Ketegangan dagang global yang kembali memanas berpotensi menjadi titik balik dalam adopsi teknologi blockchain oleh pemerintah. Menurut perusahaan teknologi Truebit, sistem Web3 yang transparan dan terdesentralisasi bisa menjadi solusi utama dalam mengatasi persoalan transparansi dan manipulasi rantai pasok di tengah era proteksionisme baru.
Pernyataan ini muncul tak lama setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan rencana pengenaan tarif impor baru secara besar-besaran pada awal April. Langkah ini langsung memicu kekhawatiran global akan kemungkinan meletusnya kembali perang dagang, terutama dengan Tiongkok dan negara mitra dagang lainnya.
Blockchain Didorong Jadi Solusi Transparansi Perdagangan
Chief Technology Officer Truebit, Federico Kattan, mengatakan bahwa teknologi blockchain dapat berperan besar dalam memverifikasi asal-usul barang secara transparan dan tidak bisa dimanipulasi, terutama di tengah upaya negara-negara untuk menghindari tarif tinggi melalui strategi “rekayasa logistik”.
“Blockchain bisa membuktikan dengan pasti asal produk dan alur perjalanannya. Jadi, kalau barang itu sebenarnya dari negara yang dikenai tarif tinggi tapi ‘dikemas ulang’ di negara lain, blockchain bisa ungkap fakta sebenarnya,” ujar Kattan.
Dengan mencatat setiap tahap dalam rantai pasok ke dalam sistem buku besar publik yang tak dapat diubah (immutable ledger), blockchain diyakini bisa mengurangi ruang manipulasi data dan meningkatkan akuntabilitas global dalam perdagangan internasional.
Tarif Perdagangan Picu Potensi Adopsi Web3 oleh Pemerintah
Truebit percaya bahwa tekanan global akibat tarif bisa memaksa pemerintah mengadopsi teknologi Web3 lebih cepat. Protokol mereka telah digunakan dalam proyek Eropa dan mulai dilirik oleh penyedia perangkat lunak yang melayani lembaga pemerintah AS.
CEO Truebit, Jason Teutsch, menjelaskan bahwa mereka saat ini belum bekerja langsung dengan lembaga pemerintahan, namun sedang berkoordinasi dengan para penyedia solusi perangkat lunak yang memiliki akses ke sektor publik.
“Kami memang belum bicara langsung dengan pemerintah, tapi kami sedang berada di jalur yang menuju ke sana,” jelas Teutsch.
Namun, Ada Risiko Lain dari Perang Dagang bagi Blockchain
Meski Web3 disebut-sebut sebagai solusi masa depan, sejumlah eksekutif kripto juga memberi peringatan: eskalasi perang dagang justru dapat mengancam integritas infrastruktur blockchain.
CEO Concrete & Glow Finance, Nicholas Roberts-Huntley, mengungkapkan bahwa tarif agresif dan kebijakan balasan antar negara bisa mengganggu operasional jaringan blockchain yang bersifat global. Ini bisa terjadi karena:
- Sensor dan pembatasan akses terhadap node di negara tertentu
- Fragmentasi regulasi antar wilayah yang memperumit operasional lintas negara
- Risiko distribusi infrastruktur fisik jaringan, terutama pusat data dan server
“Operator node dan validator bisa terhambat jika kebijakan proteksionis makin ekstrem,” ujarnya kepada Cointelegraph.
Perang dagang yang tengah berkecamuk bisa jadi pemicu awal bagi pemerintah untuk mulai mempertimbangkan blockchain dan teknologi Web3 sebagai alat kontrol dan transparansi perdagangan global. Namun, tantangan juga tak sedikit. Antara peluang dan risiko, masa depan Web3 sebagai pilar perdagangan global akan sangat ditentukan oleh arah kebijakan geopolitik dan kesiapan infrastruktur digital setiap negara.